Cerita Dewasa Ngentot Bersama Remaja Binal Yang Cantik

Thomas hanya menghela napas panjang, fokus menyetir. Suasana di dalam mobil terasa pengap dan sedikit canggung. Dita yang biasanya cerewet, hari ini lebih banyak diam, sibuk melawan rasa gerahnya. Kulitnya yang mulus terlihat basah oleh keringat, lehernya yang jenjang juga tampak mengilap. Thomas sesekali melirik ke arah paha Dita yang terbuka, celana rok seragam yang sangat pendek membuat paha mulus itu terekspos jelas.

“Aku ganti baju dulu, ya, Mas,” kata Dita memecah keheningan. “Nggak tahan nih, gerah banget. Aku ganti baju tidur aja, ya?”

“Eh, jangan, Dit. Nanti Mas Thomas nggak bisa konsen nyetir,” goda Thomas dengan senyum jail.

Dita terkekeh pelan. “Ih, Mas Thomas mesum! Nggak kok, aku cuma mau ganti baju biar nggak gerah. Mas Thomas mau mampir dulu, nggak?”

“Boleh, deh. Tadi aku mau ngerjain tugas, Dit. Nanti aku ngerjain di rumah kamu aja, ya?” pinta Thomas.

“Boleh banget! Sekalian Mas Thomas istirahat dulu, kan capek seharian nemenin aku,” kata Dita.

Mobil Thomas berhenti tepat di depan rumah Dita. Dita turun dan langsung membuka pintu rumah, membiarkan Thomas masuk. Rumah Dita sepi, kedua orang tuanya sedang pergi ke luar kota.

“Mas Thomas duduk dulu, ya? Aku ganti baju sebentar,” ucap Dita.

Thomas mengangguk. Dita melesat masuk ke kamar, meninggalkan Thomas sendirian di ruang tamu. Pakaian yang basah oleh keringat membuat Dita merasa risih. Dia dengan cepat membuka seragam dan pakaian dalamnya. Tanpa memakai handuk, dia langsung berdiri di depan AC kamar. Angin dingin dari AC menerpa tubuhnya yang telanjang. Dita memejamkan mata, menikmati hembusan angin yang terasa sangat nikmat di kulitnya.

“Ahhhh... segerrr...” desah Dita.

“Aku bawa minumnya, Dit...” kata Thomas yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar.

Mata Thomas langsung melebar melihat Dita yang berdiri telanjang bulat di depannya. Dita juga terkejut melihat Thomas yang sudah berada di kamarnya.

“Mas Thomas?!” pekik Dita sambil menutup dadanya dengan kedua tangan.

“Maaf, Dit. Aku nggak tahu kalau kamu lagi ganti baju,” kata Thomas gugup.

“Kok Mas Thomas main masuk aja sih?!” Dita mengomel.

“Aku pikir kamu nggak ada di kamar mandi. Lagian pintu kamarmu nggak ditutup,” jawab Thomas membela diri.

Dita menatap Thomas, pipinya merona merah karena malu. Namun, melihat tatapan Thomas yang tak bisa lepas dari tubuhnya, Dita menyadari sesuatu. Thomas sedang dalam keadaan horny. Pandangannya terpaku pada junior Thomas yang terlihat menonjol dari balik celana jeans yang ketat.

“Mas, keluar dulu, aku mau pakai baju,” pinta Dita.

Thomas tidak bergerak. Dia seolah terpaku di tempatnya, menelan ludah dengan susah payah. “Dit, kamu....”

“Aku apa, Mas?” Dita bertanya.

“Kamu... seksi banget, Dit,” kata Thomas dengan suara serak. “Aku nggak bisa tahan, Dit.”

Thomas meletakkan gelas minum di meja, lalu berjalan mendekati Dita. Jantung Dita berdebar kencang. Dia mundur selangkah, namun Thomas terus maju. Dita tidak bisa lari karena Thomas sudah berada di depannya. Tangan Thomas terulur, menyentuh pipi Dita.

“Jangan, Mas,” Dita berusaha menolak.

“Ssttt....” Thomas meletakkan jari telunjuknya di bibir Dita. “Aku janji nggak akan nyakitin kamu. Aku cuma mau ngerasain kamu, Dit.”

Dita terdiam. Dia melihat mata Thomas yang penuh nafsu, namun di sisi lain, ada kelembutan yang Dita tangkap. Dita mengangguk pelan. Thomas langsung memeluk Dita, mencium bibirnya dengan rakus. Ciuman Thomas terasa panas dan menuntut. Dita membalas ciuman Thomas, lidah mereka saling bertautan, saling membelit.

“Mmmmhh... ahhh... Mas...” desah Dita di sela-sela ciuman mereka.

Thomas membawa ciumannya turun ke leher Dita, meninggalkan jejak-jejak merah di sana. Tangan Thomas meraba punggung Dita, membelai kulitnya yang mulus. Dita mendongak, menikmati setiap sentuhan Thomas. “Aahh... geli, Mas...”

“Kamu suka, Dit?” tanya Thomas.

Dita mengangguk. Thomas tersenyum, lalu mengangkat tubuh Dita dan meletakkannya di kasur. Thomas melepaskan semua pakaiannya, menampakkan tubuh kekarnya yang telanjang. Dita tak berkedip melihat Thomas yang berdiri di depannya. Junior Thomas yang besar dan panjang, tegak menantang.

“Aku nggak sabar, Dit,” bisik Thomas. “Kita mulai sekarang, ya?”

Dita mengangguk lagi. Thomas naik ke atas kasur, mengambil posisi di atas tubuh Dita. Dita memeluk leher Thomas, menenggelamkan wajahnya di dada Thomas. Thomas mulai menciumi leher Dita, kembali meninggalkan jejak merah di sana. Tangan Thomas meraba paha Dita, mengelus lembut paha mulus itu, lalu menyentuh bagian intim Dita.

“Mmmmhhh...” Dita mendesah, merasakan sensasi basah di bagian bawahnya. “Mas, aku... aku basah...”

“Aku tahu, sayang,” Thomas tersenyum. “Aku akan bikin kamu basah terus. Aku akan buat kamu nikmat.”

Thomas memasukkan satu jarinya ke dalam bagian intim Dita. Dita sedikit mengernyit, namun tak lama kemudian dia mulai terbiasa. Thomas menggerakkan jarinya, membuat Dita mendesah nikmat. “Aahh... Mas... lagi... lagi...”

Thomas menambah satu jari lagi. “Aahhh... Mas... mmmmhhhh... enak banget...”

Setelah memastikan Dita sudah basah dan siap, Thomas mencabut jarinya, lalu mengambil posisi di antara paha Dita. Thomas menggesekkan juniornya di bagian intim Dita, membuat Dita semakin basah dan bersemangat.

“Aku mau masukin, Dit,” bisik Thomas.

Dita mengangguk. Thomas perlahan memasukkan juniornya ke dalam bagian intim Dita. Dita sedikit meringis kesakitan, namun Thomas menahannya.

“Sakit, ya?” tanya Thomas.

“Sedikit,” jawab Dita.

Thomas mencium bibir Dita, mencoba mengalihkan perhatian Dita dari rasa sakitnya. Thomas terus mendorong juniornya, perlahan namun pasti. “Satu... dua... tiga...”

“Aahhh... Mas...” Dita mendesah.

Thomas berhasil memasukkan juniornya hingga pangkal. Thomas tidak bergerak, membiarkan Dita terbiasa dengan ukuran juniornya.

“Udah nggak sakit, Dit?” tanya Thomas.

“Udah, Mas,” jawab Dita.

Thomas mulai menggerakkan pinggulnya, maju mundur, memaju-mundurkan juniornya di dalam bagian intim Dita.

“Aahhh... aahhh... Mas... lebih cepet... aku mau... ahhhh...” Dita mendesah, memejamkan mata, menikmati setiap gerakan Thomas.

“Kamu suka, sayang?” Thomas bertanya.

“Aku suka... aahhhh... enaaakkk... Mas... lebih cepet lagi...” pinta Dita.

Thomas mempercepat gerakannya. Keduanya saling berdesah, saling berteriak, menikmati sensasi yang mereka rasakan. Bunyi ‘plok plok plok’ terdengar nyaring di kamar. Dita mengalungkan kakinya di pinggang Thomas, membiarkan junior Thomas masuk lebih dalam.

“Aahhh... aku mau keluar, Mas... ahhh... aku mau... aku mau...” Dita mendesah, suaranya parau.

“Aku juga, sayang...” kata Thomas.

Thomas menggerakkan pinggulnya dengan cepat. Dita meremas punggung Thomas, menjerit, dan mencapai puncaknya. Dita menegang, mengeluarkan cairan nikmat. Thomas ikut mencapai puncaknya. Thomas menjerit, membuang semua cairannya di dalam Dita. Keduanya terengah-engah, terbaring lemas di kasur.

“Aku suka kamu, Dit,” bisik Thomas, memeluk Dita erat.

Dita mengangguk, mencium pipi Thomas. “Aku juga, Mas.”

Mereka berdua terdiam, menikmati keheningan dan kebersamaan. Tiba-tiba, Thomas tersenyum. “Sekarang giliran aku. Aku mau kamu yang di atas, Dit.”

***

“Sekarang giliran aku. Aku mau kamu yang di atas, Dit.”

Dita tersenyum lalu mengangguk, dia berbalik badan. Thomas bangkit dan membiarkan Dita berada di atasnya, tubuhnya berada di bawah Dita. Dita dengan perlahan menungging, memposisikan bagian intimnya sejajar dengan junior Thomas.

“Ayo, Dit, masukin pelan-pelan,” bisik Thomas, tangannya memegang pinggang Dita, mengarahkannya ke arah juniornya.

“Mmmmhh... aku takut, Mas,” kata Dita.

“Nggak usah takut, aku akan ajarin kamu,” balas Thomas. “Tarik napas panjang, Dit, pelan-pelan,” perintah Thomas.

Dita menarik napas dalam, lalu perlahan menduduki junior Thomas. Rasa sakit yang tadi ia rasakan kembali menyerang, namun Dita menahannya. Dita terus mendorong, hingga junior Thomas masuk seluruhnya.

“Aahhh... Mas...” Dita mendesah, merasakan sensasi penuh di bagian intimnya.

“Kamu hebat, sayang,” puji Thomas. “Sekarang gerakin pinggulmu.”

Dita mulai menggerakkan pinggulnya, maju dan mundur. Gerakannya masih kaku, namun Thomas membantunya. “Ssttt... kayak gini, Dit... naik turun... naik turun...” Thomas menggerakkan pinggul Dita, membuat Dita merasakan sensasi nikmat.

“Aahhh... Mas... enaaakkk... aku suka...” Dita mendesah.

Thomas membalikkan tubuh Dita, memposisikan Dita dalam posisi doggy style. Thomas memegang pinggang Dita dan mulai menggerakkan juniornya. “Aahhh... Mas... cepet... cepet lagi... aku nggak tahan...” pinta Dita.

Thomas menggerakkan pinggulnya dengan cepat, membuat juniornya keluar masuk dengan cepat di bagian intim Dita. Dinding rahim Dita bergetar, mengeluarkan cairan nikmat. Dita memejamkan matanya, menikmati setiap gerakan Thomas. Bunyi plok plok plok semakin nyaring terdengar.

“Aku mau keluar, Mas... aahhh... aku mau... aku mau...” Dita meremas sprei kasur.

“Aku juga, sayang... aku mau buang di dalammu...” Thomas mendesah.

Thomas menggerakkan pinggulnya dengan cepat, membuat Dita mencapai puncaknya. Thomas pun ikut mencapai puncaknya, mengeluarkan semua cairannya di dalam Dita. Keduanya kembali terengah-engah, terbaring lemas di kasur.

“Mas... aku capek,” kata Dita, memeluk Thomas.

“Iya, sayang... kita istirahat dulu,” balas Thomas.

Mereka berdua terdiam, menikmati keheningan dan kebersamaan. Tiba-tiba, Thomas tersenyum. “Sekarang giliran aku. Aku mau kamu yang di atas, Dit.”

“Ih, Mas Thomas! Mesum!” Dita terkekeh.

“Biarin! Aku suka mesumin kamu,” kata Thomas sambil mengecup bibir Dita.

Keduanya kembali melanjutkan kegiatan mereka, hingga matahari terbenam. Pintu kamar terkunci dari dalam.

“Duh, besok gimana ya kalau ketauan?” gumam Dita.

“Udah, santai aja. Orang tua kamu juga lagi di luar kota, kan? Nggak akan ada yang tahu kok,” bisik Thomas.

“Tapi, Mas... aku takut,” ujar Dita.

“Nggak apa-apa. Kan ada aku. Aku akan selalu jagain kamu,” balas Thomas.

Thomas memeluk Dita erat. Dita merasa sangat nyaman di pelukan Thomas. Dia merasa aman, tidak takut lagi. Dia tahu, Thomas akan selalu ada untuknya.

“Mas... makasih ya,” kata Dita.

“Sama-sama, sayang,” balas Thomas.

Thomas lalu mencium kening Dita, lalu memejamkan mata. Dita ikut memejamkan mata, memeluk Thomas erat. Mereka berdua terlelap, tidur dalam pelukan hangat.

***

Pagi harinya, Dita terbangun lebih dulu. Dia menoleh ke samping dan mendapati Thomas sedang memeluknya dengan erat. Dita tersenyum, mengelus wajah Thomas dengan lembut. Thomas menggeliat, lalu perlahan membuka matanya.

“Pagi, Mas,” sapa Dita.

“Pagi, sayang,” balas Thomas, suaranya serak. “Enak, kan, tidur di pelukan aku?”

Dita terkekeh. “Iya, enak banget.”

Thomas mengecup bibir Dita. “Aku laper, Dit. Kamu nggak punya makanan?”

“Ada kok! Mas Thomas mau makan apa?” tanya Dita.

“Apa aja, yang penting bisa bikin perut aku kenyang,” jawab Thomas.

Dita bangkit dari kasur, melilitkan selimut di tubuhnya. “Mas Thomas tunggu sini, aku siapin sarapan dulu,” kata Dita.

Thomas mengangguk. Dita keluar dari kamar, lalu bergegas ke dapur. Dia membuat nasi goreng dan telur mata sapi untuk sarapan. Selesai memasak, Dita kembali ke kamar, membawa nampan berisi sarapan.

“Taraaa... nasi goreng spesial buat Mas Thomas,” Dita meletakkan nampan di atas kasur.

“Wihh... makasih, sayang,” Thomas tersenyum. “Sini, makan bareng.”

Mereka berdua makan dengan lahap, sambil sesekali saling suap-suapan. Setelah sarapan, Thomas dan Dita membersihkan kamar, lalu duduk di sofa ruang tamu.

“Mas, aku takut,” kata Dita tiba-tiba.

“Takut apa, sayang?” Thomas bertanya.

“Aku takut... kalau nanti orang tuaku tahu... kalau kita...” Dita tidak melanjutkan kalimatnya.

“Ssttt... nggak akan ada yang tahu. Udah, jangan dipikirin. Yang penting, sekarang kamu sama aku, kan?” Thomas memeluk Dita.

Dita membalas pelukan Thomas. Dia merasa tenang di pelukan Thomas. “Iya, Mas.”

Thomas dan Dita menghabiskan waktu bersama, menonton film, dan bercanda. Sore harinya, Thomas pamit pulang.

“Mas, mau aku anter sampai depan?” tawar Dita.

“Nggak usah, sayang. Kamu di rumah aja. Nanti kalau ada apa-apa, kamu langsung telepon aku, ya,” kata Thomas.

Dita mengangguk. Thomas mengecup kening Dita, lalu pergi. Dita kembali masuk ke rumah. Dia merasa sepi. Rumah yang tadi ramai, sekarang kembali sepi. Dita kembali ke kamar, merebahkan dirinya di kasur.

Dita meraih ponselnya, mencari nama Thomas di kontak. Dita menelepon Thomas, tetapi tidak ada jawaban. Dita mencoba lagi, dan lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. Dita mulai panik. Perasaannya tidak enak.

“Mas Thomas ke mana, sih?” gumam Dita.

Dita mencoba menelepon Thomas lagi, tapi yang terdengar hanya suara operator. Hati Dita semakin tidak karuan. Dia memutuskan untuk keluar rumah, mencari Thomas. Dita berlari, mencari Thomas di sekitar komplek perumahan. Namun, Thomas tidak ada.

Dita kembali ke rumah dengan hati yang hancur. Dia menangis. Dita tidak tahu, ada apa dengan Thomas. Mengapa Thomas tidak mengangkat teleponnya? Apakah Thomas baik-baik saja?

“Mas Thomas... kamu di mana?” Dita menangis.

Tiba-tiba, ponsel Dita berdering. Dita melihat nama Thomas di layar ponselnya. Dita langsung mengangkatnya.

“Halo, Mas... kamu di mana? Aku teleponin dari tadi, nggak diangkat,” kata Dita, suaranya parau.

“Maaf, sayang... tadi ponsel aku mati. Aku lagi di bengkel, mobil aku mogok,” jawab Thomas.

“Hah? Mogok? Kok bisa?” Dita terkejut.

“Iya... nggak tahu kenapa, tiba-tiba mogok,” kata Thomas. “Kamu di rumah aja, ya. Aku usahain secepatnya pulang.”

“Iya, Mas... aku tunggu,” balas Dita.

Dita menghela napas lega. Hatinya yang tadi hancur, sekarang kembali normal. Dita kembali ke kamar, merebahkan dirinya di kasur, sambil menunggu Thomas pulang. Dita tersenyum, membayangkan Thomas akan kembali. Dita sangat merindukan Thomas, dan tidak sabar menunggunya kembali.

***

Dita terus memeluk Thomas, kepalanya bersandar di dada bidang Thomas. Jantung Thomas berdetak kencang, Dita bisa merasakannya. Dita mendongak, menatap Thomas.

“Mas, aku takut,” kata Dita.

“Takut apa, sayang?” Thomas bertanya.

“Aku takut, kalau nanti kita pisah,” Dita menunduk, matanya berkaca-kaca.

Thomas mengangkat dagu Dita, membuat Dita menatapnya. “Ssttt... jangan mikir yang aneh-aneh. Kita nggak akan pisah. Aku janji, aku akan selalu sama kamu.”

Dita tersenyum, lalu mengecup bibir Thomas. Thomas membalas ciuman Dita, ciuman yang terasa lembut dan penuh kasih sayang. “Aku janji, aku akan selalu jaga kamu. Aku nggak akan biarin kamu sedih.”

Dita memeluk Thomas erat, menyandarkan kepalanya di dada Thomas. Dita merasa sangat aman di pelukan Thomas. Dia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi nanti, yang penting, sekarang dia bersama Thomas.

Tiba-tiba, Thomas mengangkat tubuh Dita. Dita terkejut. “Mas, mau ngapain?”

“Aku mau bawa kamu ke surga,” bisik Thomas, lalu membawa Dita ke kasur.

Thomas meletakkan Dita di kasur, lalu naik ke atas Dita. Thomas mencium bibir Dita, lalu turun ke leher Dita, meninggalkan jejak merah di sana. Dita mendongak, menikmati setiap sentuhan Thomas. “Aahhh... Mas... geli...”

Thomas tersenyum, lalu menggerakkan juniornya, menusuk dan mengobok-obok bagian intim Dita. Dita mendesah, merasakan sensasi nikmat yang luar biasa. “Aahhh... Mas... enaaakkk... enaaakkk banget...”

Thomas menggerakkan pinggulnya dengan cepat, membuat juniornya keluar masuk dengan cepat di bagian intim Dita. Bunyi ‘plok plok plok’ terdengar nyaring di kamar. Dita menjerit, meremas sprei kasur. “Aahhh... aku mau keluar... Mas... cepet... cepet lagi...”

Thomas mempercepat gerakannya, membuat Dita mencapai puncaknya. Dita menegang, mengeluarkan cairan nikmat. Thomas ikut mencapai puncaknya, membuang semua cairannya di dalam Dita. Keduanya terengah-engah, terbaring lemas di kasur.

Thomas memeluk Dita erat, mencium kening Dita. “Kamu udah nggak takut, kan?”

Dita menggeleng. “Nggak, Mas. Aku udah nggak takut.”

Thomas tersenyum, lalu memejamkan mata. Dita memeluk Thomas, lalu ikut memejamkan mata. Mereka berdua terlelap, tidur dalam pelukan hangat.

***

Dua bulan kemudian, Dita dan Thomas sedang bersantai di taman. Mereka berdua duduk di bangku taman, tangan mereka saling menggenggam. Thomas menatap Dita, lalu tersenyum.

“Dit, aku mau ngomong sesuatu,” kata Thomas.

“Ngomong apa, Mas?” tanya Dita.

“Aku... aku mau lamar kamu,” kata Thomas.

Dita terkejut, matanya membulat. “Mas... serius?”

“Serius. Aku nggak mau pacaran lagi. Aku mau kita langsung nikah,” Thomas tersenyum.

Dita menangis haru. “Mas... aku... aku mau.”

Thomas memeluk Dita erat. “Makasih, sayang. Makasih udah mau jadi pacar aku. Dan makasih udah mau jadi calon istri aku.”

Dita membalas pelukan Thomas. “Aku juga, Mas. Makasih udah mau jadi pacar aku. Dan makasih udah mau jadi calon suami aku.”

Mereka berdua berciuman, ciuman yang terasa lembut dan penuh kasih sayang. Dita dan Thomas akhirnya menikah, dan hidup bahagia selamanya.

Tamat

Kalau mau cerita yang lebih lengkap masuk saja halaman Cerita sex terbaru